KENDARI, MITRANUSATARA.ID – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Tenggara (Sultra), Sarjono, menyampaikan rasa kekecewaannya terkait pencatutan nama organisasi oleh oknum yang terlibat dalam dugaan transaksi sebesar Rp 100 juta.
Ketua PWI Sultra Sarjono mengecam tindakan pihak yang mencatut nama organisasi untuk kepentingan pribadi terkait dugaan transaksi Rp 100 juta.
Sarjono menegaskan bahwa organisasi jurnalistik tersebut memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang mengharuskan semua aktivitas organisasi mengikuti proses yang sah dan sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Dalam wawancara via telepon pada Senin (25/11/2024), Sarjono menegaskan bahwa ia tidak mengenal, apalagi berkomunikasi dengan Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Lapuko, Konawe Selatan, yang dikaitkan dalam isu tersebut.
Sarjono mengkritik tindakan mencatut nama organisasi dalam pelanggaran kode etik tersebut sebagai bentuk pencemaran nama baik yang merusak integritas PWI.
Ia menegaskan bahwa, keputusan-keputusan yang melibatkan organisasi harus selalu melalui proses musyawarah dalam rapat resmi, dan tindakan tersebut jelas tidak mewakili prinsip-prinsip yang ada dalam organisasi.
“Ini merupakan pembusukan dan pencemaran terhadap organisasi kami serta kode etik jurnalistik,” tegas Sarjono.
Sarjono juga mengingatkan kepada para wartawan dan pihak lain terkait pentingnya menjunjung tinggi kode etik jurnalistik yang mencakup beberapa prinsip dasar, seperti akurasi informasi, independensi, objektivitas, dan menghormati privasi. Ia menekankan bahwa kode etik ini adalah panduan yang harus dipatuhi oleh setiap wartawan dalam menjalankan tugas profesionalnya.
Terkait dengan tuduhan yang menyebutkan namanya dalam konteks transaksi ini, Sarjono meminta klarifikasi dari pihak-pihak yang terlibat untuk menghindari persepsi negatif terhadap profesi wartawan.
“Kami berharap kasus ini segera diluruskan agar tidak mencoreng nama baik organisasi kami,” ujarnya.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini mencuat setelah beredarnya bukti transfer senilai Rp 100 juta yang disebut sebagai “Premi Syahbandar 20 tongkang mar23,” yang diduga berasal dari perusahaan tambang dan diberikan kepada KUPP Kelas III Lapuko.
Dalam konfirmasi terkait transaksi tersebut, Kepala KUPP Nurbaya menyebutkan nama Ketua PWI Sultra, Sarjono, sebagai pihak yang bisa mengatur pertemuan dengan wartawan. Namun, setelah ditelusuri, nomor yang diberikan bukan milik Sarjono, melainkan milik seseorang berinisial AS.
Harapan Ketua PWI Sultra
Sarjono berharap agar kasus ini segera diselesaikan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap reputasi organisasi dan profesi wartawan.
“Profesi wartawan adalah profesi mulia yang mengabdi untuk kebenaran, dan kami berharap tidak ada pihak yang mencemari profesi ini,” tutup Sarjono.
Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak tentang pentingnya menjaga integritas profesi jurnalistik dan mematuhi kode etik yang ada.
Penulis: Sumarlin