Oleh: La Saemuna, S.E
(Ketua Dewan Koperasi Indonesia/Dekopinda Kabupaten Muna)
Di awal pemerintahan baru ini, Pemerintahan Prabowo-Gibran, suatu terobosan yang sangat luar biasa tercetus, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Pemerintah tidak sedang membangun koperasi biasa. Koperasi Merah Putih adalah sebuah gerakan besar—sebuah ikhtiar kolektif untuk mengatasi ketimpangan ekonomi dari akar rumput. Ia bukan sekadar kebijakan sektoral, melainkan harapan baru bagi pemberdayaan ekonomi rakyat yang berbasis gotong royong.
Namun, mari kita realistis: sehebat apa pun gagasannya, gerakan ini tidak akan berhasil jika hanya dibebankan pada satu OPD, yakni Dinas Koperasi dan UMKM. Justru di sinilah tantangan utamanya, bagaimana seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) bisa turun tangan, bekerja bersama, dan bergerak serempak.
Kenapa Harus Lintas OPD?
Karena koperasi menyentuh banyak wajah kehidupan:
Ia bicara soal ekonomi – tentang usaha, modal, dan daya saing.
Ia menjangkau sosial—tentang pemberdayaan komunitas, kelompok rentan, dan kesejahteraan.
Ia masuk ke pendidikan—dengan literasi manajerial dan vokasional.
Ia bersentuhan dengan pemuda—dalam upaya melahirkan generasi pelaku ekonomi baru.
Bahkan menyentuh ideologi kebangsaan—dengan semangat Pancasila yang hidup dalam gotong royong.
Dengan begitu banyak dimensi, maka koperasi tidak boleh dipisahkan dari peran Dinas Pendidikan, DPMD, Kesbangpol, Dinas Sosial, Pemuda dan Olahraga, hingga Pertanian, Perikanan dan Perdagangan. Semua harus bergerak dalam satu orkestrasi.
Bayangkan jika koperasi diajarkan di sekolah, dimasukkan dalam pelatihan vokasional oleh LKP, dijadikan wadah pembinaan karakter pemuda oleh Dispora, serta dimanfaatkan untuk menyalurkan program pemberdayaan desa oleh DPMD. Bayangkan jika Kesbangpol melihat koperasi sebagai sarana memperkuat ketahanan ideologis masyarakat. Maka, Koperasi Merah Putih akan menjadi lebih dari sekadar lembaga ekonomi, ia akan menjelma sebagai simpul kekuatan masyarakat sipil yang sejati.
Perlu Pendamping yang Kuat
Satu hal yang sering terlupa adalah peran pendamping koperasi. Mereka adalah ujung tombak di lapangan. Tanpa kehadiran mereka yang memahami medan, bisa berbahasa rakyat, dan memotivasi dari bawah, koperasi hanya akan jadi papan nama tanpa kegiatan.
Sayangnya, jumlah mereka hari ini sangat terbatas. Maka penambahan dan penguatan kapasitas pendamping koperasi harus menjadi prioritas. Bukan sekadar tambahan tenaga, tapi investasi strategis untuk keberlangsungan gerakan ini.
Dari Sekadar Program, Menjadi Gerakan Bersama
Surat Edaran Menteri Koperasi No. 1 Tahun 2025 sejatinya sudah membuka pintu. Tapi membuka pintu saja tidak cukup, kita harus melangkah masuk. Dan langkah itu harus dimulai dari kesadaran bahwa koperasi bukan milik satu dinas, tapi milik bersama.
Koperasi Merah Putih harus dijalankan sebagai platform kolaboratif yang menyatukan lintas sektor, menyinergikan anggaran, dan menyentuh kebutuhan riil masyarakat. Untuk itu, peran Bappeda menjadi sangat strategis dalam memastikan program ini masuk dalam RPJMD dan didorong secara konsisten lintas tahun.
Kini, semua kembali pada satu pertanyaan:
Maukah kita berhenti bekerja sendiri-sendiri, dan mulai melangkah bersama?
Karena koperasi sejatinya adalah cermin kebersamaan. Dan tanpa gotong royong lintas sektor, ia hanya akan menjadi simbol tanpa nyawa.
Sudah waktunya pemerintah daerah tidak hanya menjadi fasilitator, tapi penggerak utama.
Kalau kita bisa satu barisan, Koperasi Merah Putih akan menjadi wajah baru ekonomi kerakyatan Indonesia, yang dimulai dari desa-desa seperti di Kabupaten Muna.