Penulis : Redaksi

JAKARTA, MITRANUSANTARA.ID – Indonesia kembali dihebohkan dengan dugaan kejahatan perbankan yang melibatkan pendiri sekaligus Komisaris Utama Bank Mayapada, Dato’ Sri Tahir. Kasus ini mencuat setelah Ted Sioeng, seorang pengusaha yang juga terdakwa dalam kasus penggelapan dan penipuan, menuding Dato’ Sri Tahir sebagai otak di balik dugaan pelanggaran keuangan yang melibatkan bank tersebut.

Dugaan Praktik “Bank dalam Bank”

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ted Sioeng mengungkapkan bahwa ia menerima pinjaman sebesar Rp70 miliar dari Bank Mayapada pada tahun 2014. Pinjaman tersebut, menurut Ted, digunakan untuk membeli apartemen milik Dato’ Sri Tahir di Singapura. Ia menambahkan, pinjaman itu diberikan tanpa melalui prosedur perbankan yang semestinya, sehingga memunculkan konflik kepentingan.

Lebih jauh, Ted mengaku telah menyetor dana sebesar Rp525 miliar kepada Dato’ Sri Tahir selama periode tujuh tahun (2014–2021). Sementara itu, Bank Mayapada terus memberikan kredit kepada Ted dengan total nilai mencapai Rp1,3 triliun, meski Ted telah dinyatakan sebagai debitur bermasalah.

Baca Juga  BEI dan SRO Dukung OJK Selenggarakan CMSE 2024

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menemukan bahwa Bank Mayapada telah melanggar batas maksimum pemberian kredit kepada empat korporasi, dengan total nilai mencapai Rp23,56 triliun. Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak memberikan sanksi atau tindakan tegas atas pelanggaran tersebut.

Dalam persoalan ini PB HMI menyebut sebagai kejahatan Perbankan yang berpotensi internasional.

Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) melalui Ketua Bidang Hubungan Internasional, Muhammad Arsyi Jailolo, menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya kejahatan perbankan biasa, tetapi juga berpotensi menjadi kejahatan internasional. Hal ini karena melibatkan transaksi lintas negara yang memengaruhi kepercayaan publik terhadap sektor keuangan nasional.

“Kejahatan ini melibatkan pelanggaran terhadap undang-undang perbankan, termasuk UU Nomor 7 Tahun 1992, UU Nomor 10 Tahun 1998, serta UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Ini adalah pelanggaran serius yang harus diusut tuntas,” ujar Arsyi, di Jakarta, Senin (13/1/2025).

Arsyi juga menyoroti pentingnya penerapan asas strict liability untuk menuntut pertanggungjawaban korporasi dalam kasus ini.

Baca Juga  Lowongan Kerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2024 Resmi Dibuka

“Asas ini memungkinkan penegakan hukum tanpa harus membuktikan adanya niat jahat, sehingga mempercepat proses hukum terhadap pelaku kejahatan korporasi,” jelasnya.

PB HMI mendesak sejumlah pihak, termasuk Presiden Prabowo Subianto, untuk mengambil langkah tegas dalam menyelesaikan kasus ini.

Arsyi menyebut, tuntutan yang diajukan PB HMI, meliputi:

1. Kejaksaan Agung harus segera menyelidiki dugaan kejahatan perbankan yang dilakukan Dato’ Sri Tahir.

2. OJK harus menjalankan fungsi pengawasan secara ketat dan memberikan sanksi kepada Bank Mayapada atas pelanggaran yang telah terjadi.

3. DPR RI harus mengawasi proses hukum dan memastikan reformasi pengawasan sektor keuangan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Arsyi bilang, kasus ini menjadi ujian bagi pemerintah dan regulator dalam menjaga integritas sektor keuangan. Dengan adanya tindakan hukum yang tegas dan transparan, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi perbankan dapat pulih dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.

“Jika dibiarkan, ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi keuangan nasional, tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi negara,” pungkas Arsyi Jailolo.

Baca Juga  Habib Rizieq Pimpin Reuni Akbar PA 212 di Monas, 15.000 Massa Serukan Takbir dan "Save Palestine"

Penulis: Rizal
Editor : Redaksi

Visited 176 times, 2 visit(s) today