MITRANUSANTARA.ID – Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Edward O. S. Hiariej, menegaskan bahwa pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serius membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Namun, ia menekankan pentingnya pengkajian mendalam terhadap RUU tersebut. Pernyataan ini disampaikan dalam kegiatan Media Gathering Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia (Kemenkum RI) di Selasar Gedung Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU), Jakarta, Rabu (4/12/2024).
“RUU Perampasan Aset ini memang perlu dikaji secara mendalam karena ada hal baru, yaitu konsep Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCBAF) atau perampasan aset tanpa pemidanaan,” ujar Wamenkum yang akrab disapa Eddy.
Eddy menjelaskan bahwa konsep NCBAF ini masih tergolong baru di Indonesia dan diperkenalkan melalui United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Menurutnya, implementasi konsep ini memerlukan pengkajian menyeluruh, khususnya terkait hukum acara yang akan diterapkan.
“Saat membahas perampasan aset, kita harus merujuk pada UNCAC sebagai satu kesatuan. Ini tidak bisa dilihat secara parsial,” jelas Eddy.
Asset Recovery: Pemulihan, Bukan Perampasan
Guru besar bidang Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada ini juga menyoroti tiga tujuan utama UNCAC, yaitu pemberantasan korupsi yang efektif dan efisien, kerja sama internasional, serta pemulihan aset (asset recovery). Eddy menegaskan bahwa asset recovery tidak semata-mata berarti perampasan aset, tetapi juga upaya mengembalikan aset melalui pendekatan follow the money, bukan hanya follow the suspect.
“Asset recovery diterjemahkan sebagai pemulihan aset, bukan perampasan aset,” tegas Eddy.
Lebih lanjut, Eddy mengungkapkan bahwa Indonesia telah melaksanakan perampasan aset sejak diberlakukannya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi pada 1964 hingga UU No. 20 Tahun 2021. Namun, praktik yang berjalan masih berbasis pada Conviction Based Asset Forfeiture, yaitu perampasan aset berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Pemberantasan korupsi oleh KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian sudah melibatkan perampasan aset, meski berbasis pada putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap,” paparnya.
Eddy juga menyampaikan bahwa RUU Perampasan Aset telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025-2029. Hal ini mencerminkan kesungguhan pemerintah dan DPR untuk terus mengkaji dan menyempurnakan regulasi tersebut.
“Kami ingin memastikan RUU ini matang sebelum diterapkan, sehingga bisa memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,” tutup Eddy.