Penulis : Redaksi

Oleh: Kamal Rahmat

(President Forum Peduli Muna)

Pesta demokrasi di Indonesia selalu menjadi momen yang dinantikan oleh masyarakat. Di setiap tahapan pemilihan umum, baik pilpres, pilgub, pilwali, hingga pilbup, kampanye politik digelar dengan antusiasme yang tinggi. Namun, di balik gemuruh dan semarak kampanye, ada masalah lingkungan yang sering terabaikan, sampah plastik. Salah satu bentuk sampah plastik yang paling umum ditemukan adalah botol air mineral yang bertebaran setelah kampanye atau acara politik berakhir.

Setiap kali pesta demokrasi berlangsung, kita tidak hanya disuguhi dengan ajang adu visi dan gagasan, tetapi juga pemandangan yang mengkhawatirkan: sampah plastik yang berserakan di mana-mana. Plastik, terutama botol air mineral, menjadi salah satu sampah paling banyak ditemui di setiap sudut jalan, tempat kampanye, hingga pusat-pusat keramaian politik. Di balik hiruk-pikuk pemilu, masalah lingkungan ini sering terabaikan, meskipun dampaknya sangat nyata dan bertahan lama.

Penggunaan botol plastik air mineral menjadi pilihan utama selama kampanye karena praktis, murah, dan mudah didistribusikan. Di tengah kerumunan massa yang haus di bawah terik matahari, botol air mineral menjadi penyelamat. Namun, ironisnya, kenyamanan ini menghasilkan tumpukan sampah yang mengancam lingkungan. Plastik, yang membutuhkan ratusan tahun untuk terurai, meninggalkan jejak ekologis yang panjang dan merusak ekosistem kita.

Dampak Lingkungan Sampah Plastik di Pesta Demokrasi

Sampah plastik, terutama botol air mineral, bukan hanya masalah estetika atau ketertiban kota. Ini adalah masalah lingkungan yang serius dengan dampak luas. Plastik yang tidak terkelola dengan baik berakhir di tempat-tempat yang seharusnya tidak menerima sampah, seperti sungai, lautan, dan bahkan hutan. Menurut beberapa penelitian, Indonesia adalah salah satu penyumbang sampah plastik terbesar di dunia, dan ini sebagian besar karena plastik sekali pakai yang tidak terolah dengan baik, termasuk botol air mineral.

Baca Juga  ASR, Anomali Pileg dan Pesona Cagub Sultra

Di laut, plastik terpecah menjadi mikroplastik yang kemudian dikonsumsi oleh hewan laut. Ini tidak hanya merusak kehidupan laut, tetapi juga mengancam rantai makanan yang pada akhirnya berpengaruh pada kesehatan manusia. Selain itu, penumpukan sampah plastik di lahan terbuka mengakibatkan pencemaran tanah, menghambat pertumbuhan tanaman, dan menurunkan kualitas air tanah.

Di tengah pesta demokrasi, ketika ribuan orang berkumpul untuk mendengarkan janji politik, dampak lingkungan sering kali terabaikan. Sebagian besar peserta kampanye dan panitia penyelenggara tidak memikirkan bagaimana botol-botol plastik tersebut akan diolah setelah acara selesai. Sayangnya, banyak dari sampah ini yang berakhir dibuang sembarangan atau ditumpuk tanpa proses daur ulang yang memadai.

Peran Kandidat dan Masyarakat dalam Mengurangi Sampah Plastik

Masalah sampah plastik di pesta demokrasi sebenarnya mencerminkan kesadaran lingkungan yang masih rendah baik dari pihak kandidat politik maupun masyarakat umum. Kandidat politik seharusnya menjadi teladan dalam hal ini. Namun, pada kenyataannya, mereka lebih fokus pada pencitraan diri dan perolehan suara ketimbang memikirkan dampak lingkungan dari kampanye mereka. Baliho, spanduk plastik, kaos, dan stiker plastik sering menjadi bagian dari strategi kampanye, yang setelah selesai hanya berakhir sebagai sampah. Botol air mineral adalah puncaknya, mengingat volumenya yang masif dan penggunaannya yang sekali pakai.

Baca Juga  Tantangan Pengusaha Muda Menghadapi Pemilihan Bupati Muna: Navigasi dalam Dinamika Politik dan Ekonomi

Kandidat yang benar-benar peduli pada masa depan bangsa harus menyadari bahwa isu lingkungan, terutama terkait sampah plastik, merupakan bagian integral dari visi keberlanjutan. Mereka bisa mengambil langkah proaktif dengan mengurangi penggunaan plastik dalam kampanye mereka, menggunakan bahan yang mudah didaur ulang, dan menyediakan stasiun pengisian ulang air minum untuk menggantikan botol plastik sekali pakai. Mereka juga bisa menyampaikan pesan kepada para pendukungnya tentang pentingnya menjaga kebersihan dan mengurangi penggunaan plastik.

Di sisi lain, masyarakat juga memiliki peran penting dalam menangani masalah sampah plastik ini. Sebagai pemilih, masyarakat dapat memberikan tekanan kepada para kandidat untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Pemilih juga bisa lebih kritis dengan mendukung kandidat yang tidak hanya berbicara tentang perubahan, tetapi juga berkomitmen untuk mengurangi dampak negatif kampanye mereka terhadap lingkungan.

Edukasi juga menjadi kunci untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pengelolaan sampah plastik. Banyak yang belum memahami pentingnya memilah sampah, mendaur ulang, atau bahkan mengurangi penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Di masa kampanye, ini bisa menjadi momen yang tepat bagi pemerintah dan berbagai organisasi lingkungan untuk memberikan edukasi melalui acara-acara kampanye tentang cara mengelola sampah plastik dengan baik.

Solusi untuk Pesta Demokrasi yang Lebih Ramah Lingkungan

Ada beberapa solusi yang bisa diterapkan untuk mengurangi dampak sampah plastik di tengah pesta demokrasi, terutama sampah botol air mineral:

  1. Penggunaan Alternatif Ramah Lingkungan: Alih-alih menggunakan botol air mineral plastik, penyelenggara kampanye dapat menyediakan botol yang dapat digunakan kembali (reusable) atau stasiun pengisian ulang air minum di berbagai lokasi. Hal ini tidak hanya mengurangi sampah plastik tetapi juga mengedukasi masyarakat untuk lebih bijak dalam penggunaan sumber daya.
  2. Pengelolaan Sampah yang Terintegrasi: Setiap acara kampanye harus memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik. Penyelenggara bisa bekerja sama dengan komunitas daur ulang atau perusahaan pengelola sampah untuk memastikan bahwa plastik yang digunakan didaur ulang dengan benar. Selain itu, tempat sampah yang memadai harus disediakan di lokasi-lokasi strategis.
  3. Kampanye Digital: Mengalihkan sebagian besar kampanye ke platform digital dapat mengurangi penggunaan bahan fisik seperti plastik. Meskipun kampanye fisik tetap penting, kampanye digital bisa menjadi alternatif yang lebih ramah lingkungan dan efisien.
  4. Regulasi yang Ketat: Pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu menerapkan regulasi yang lebih ketat mengenai penggunaan plastik selama kampanye. Kandidat dan partai politik harus diminta untuk meminimalisir penggunaan plastik dan diwajibkan untuk bertanggung jawab atas sampah yang mereka hasilkan.
Baca Juga  Dinamika Pilkada dan Tantangan Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Tenggara

Kesimpulan

Sampah plastik, termasuk botol air mineral, di tengah pesta demokrasi merupakan masalah serius yang tidak boleh diabaikan. Pesta demokrasi yang sejati bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga bagaimana kita sebagai masyarakat dan para kandidat bersama-sama bertanggung jawab atas lingkungan. Dengan kesadaran dan tindakan nyata, kita bisa membuat pesta demokrasi lebih ramah lingkungan dan memastikan bahwa semangat politik tidak meninggalkan jejak buruk bagi alam.

Visited 58 times, 1 visit(s) today