Oleh: Novrizal R Topa
MITRANUSANTARA.ID – Sulawesi Tenggara (Sultra) genap berusia 61 tahun pada 27 April 2025. Momentum ini bukan sekadar perayaan hari jadi, tetapi menjadi ruang refleksi atas perjalanan panjang sebuah provinsi yang tumbuh di tengah dinamika zaman. Dengan mengusung tema “Harmoni Sultra”, peringatan HUT kali ini sarat makna: menegaskan pentingnya sinergi dan kolaborasi seluruh elemen masyarakat dalam menyongsong masa depan yang maju, aman, sejahtera, dan religius.
Harmoni bukan hanya soal keindahan nada dalam musik, tetapi juga tentang keseimbangan antar sektor, antar wilayah, dan antar kepentingan. Dan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra 2024 menunjukkan bahwa harmoni pembangunan di Sultra mulai terbentuk secara nyata.
Nada Kemajuan: IPM Naik, Akses Semakin Merata
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sultra tahun 2024 tercatat sebesar 73,62, meningkat dari tahun sebelumnya. Ini merupakan sinyal positif bahwa investasi pada pendidikan, kesehatan, dan standar hidup mulai membuahkan hasil. Kota Kendari tetap menjadi yang tertinggi dengan IPM 85,97, namun peningkatan paling pesat justru datang dari Kabupaten Muna Barat. Ini menunjukkan bahwa upaya pemerataan pembangunan perlahan namun pasti menemukan nadanya.
“Sultra Maju” bukan lagi jargon kosong, tetapi visi yang ditopang oleh data dan realita di lapangan. Ke depan, harmoni ini harus terus dirawat agar tidak ada wilayah yang tertinggal dalam orkestra pembangunan.
Irama Sejahtera: Kemiskinan Turun, Ketimpangan Menyempit
Sejalan dengan peningkatan IPM, angka kemiskinan di Sultra per September 2024 turun menjadi 10,63%, memperlihatkan bahwa program pengentasan kemiskinan dan intervensi sosial berjalan efektif. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) juga menurun menjadi 3,09%, menjadikan Sultra sebagai salah satu provinsi dengan TPT terendah di kawasan timur Indonesia.
Lebih jauh, Gini Ratio: sebuah indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesenjangan pendapatan antar penduduk suatu wilayah, mencerminkan tingkat ketimpangan pendapatan menurun ke angka 0,365. Ini berarti distribusi kesejahteraan menjadi lebih merata, menandakan bahwa harmoni sosial tidak hanya terjaga secara kultural, tetapi juga dalam struktur ekonomi.
Namun, tantangan tetap ada. Ketergantungan pada sektor primer, kerentanan terhadap fluktuasi harga komoditas, serta akses pendidikan tinggi yang belum merata masih menjadi “nada sumbang” yang perlu diperbaiki.
Nada Aman dan Religius: Menjaga Kedamaian dan Spirit Kebersamaan
Harmoni juga berarti stabilitas. Meskipun data statistik belum merinci indeks keamanan atau keagamaan secara eksplisit, Sultra selama ini dikenal sebagai daerah yang relatif damai. Peran tokoh agama, adat, dan pemuda menjadi penjaga harmoni sosial yang tak ternilai.
Dalam konteks ini, Sultra Religius bukan hanya simbol, melainkan pengikat moralitas dan arah pembangunan yang tidak melulu berorientasi pada angka, tetapi juga pada nilai. Spirit religiusitas harus diintegrasikan dalam tata kelola pemerintahan, pendidikan, dan pelayanan publik agar pembangunan tidak kehilangan nurani.
Simfoni Masa Depan: Dari Harmoni Menuju Akselerasi
Tema “Harmoni Sultra” di usia 61 tahun ini adalah pengingat bahwa keberhasilan sebuah provinsi bukan ditentukan oleh satu sektor saja, melainkan oleh keselarasan seluruh elemen pemerintah, masyarakat, swasta, dan dunia pendidikan. Dalam dunia yang semakin cepat berubah, harmoni tidak boleh berarti stagnasi. Ia harus menjadi dasar bagi akselerasi: mempercepat transformasi digital, penguatan infrastruktur hijau, dan pengembangan SDM unggul berbasis kearifan lokal.
Akhir Kata
Sulawesi Tenggara telah sampai di usia ke-61 dengan catatan capaian yang patut dibanggakan. Tetapi tugas besar masih terbentang di depan. Di sinilah pentingnya menjaga harmoni sebagai jiwa dari pembangunan, sebagai semangat kebersamaan, dan sebagai fondasi untuk melangkah lebih jauh.
“Dirgahayu Sultra ke-61! Mari kita nyanyikan bersama simfoni kemajuan, kedamaian, dan kesejahteraan dalam harmoni Sultra”.