Penulis : Redaksi

KENDARI, MITRANUSANTARA.ID – Persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi anggaran di Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Kendari Tahun Anggaran 2020 kembali digelar di Pengadilan Tipikor Kendari, Senin (30/6/2025). Sidang kali ini menghadirkan saksi Jahuddin, mantan Kepala Bagian Umum, yang membeberkan fakta absennya Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) selama sembilan bulan pada tahun tersebut.

Dalam kesaksiannya, Jahuddin menyebutkan bahwa pada tahun 2020 dirinya hanya menjabat sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) selama sembilan bulan dan baru dilantik sebagai KPA pada November oleh Wali Kota Kendari saat itu. Selama kekosongan itu, kewenangan pengelolaan anggaran diambil alih oleh Pengguna Anggaran (PA) yakni Sekda saat itu, Nahwa Umar, yang kini menjadi terdakwa.

“Selama sembilan bulan, posisi KPA kosong, jadi kewenangannya dijalankan oleh PA. Semua proses pembayaran dilakukan melalui aplikasi yang hanya bisa diakses oleh Sekda (Nahwa Umar) dan Bendahara (Ningsih),” terang Jahuddin di hadapan majelis hakim.

Usai persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kendari, Asnadi Tawulo, menjelaskan bahwa Terdakwa Nahwa Umar dan Bendahara Pengeluaran, Ningsih Lindoeno, diduga telah mempertanggungjawabkan realisasi belanja berdasarkan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang isinya tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Baca Juga  Dinas Ketapang Target Bentuk Kios Pangan di 65 Kelurahan

“Ditemukan bukti bahwa beberapa nota atau kuitansi yang digunakan adalah fiktif, mulai dari isi item belanja, tanda tangan, hingga stempel toko penyedia,” ujar Jaksa Asnadi.

Lima kegiatan belanja yang menjadi sorotan dalam perkara ini meliputi: penyediaan jasa komunikasi, sumber daya air dan listrik, cetakan dan penggandaan, makanan dan minuman, serta pemeliharaan kendaraan dinas. Dana tersebut dikelola oleh Ningsih selaku Bendahara, dibantu Muchlis sebagai Pembantu Bendahara, dan dipertanggungjawabkan dalam SPJ yang ditandatangani langsung oleh Nahwa Umar.

Berdasarkan hasil penyidikan, dari total anggaran sekitar Rp 4,4 miliar yang dicairkan, hanya sekitar Rp 3,9 miliar yang benar-benar direalisasikan. Sisanya, sebesar Rp 444 juta, diduga menjadi kerugian negara.

Jaksa Asnadi juga menegaskan bahwa perkara ini tidak melibatkan pimpinan daerah seperti Wali Kota atau Wakil Wali Kota. Anggaran yang menjadi hak keduanya telah dialokasikan dalam DPA dan digunakan sesuai peruntukan.

“Jadi tidak ada kaitannya dengan para pimpinan yaitu wali kota dan wakil wali kota saat itu. Karena apa yang menjadi Hak wali kota dan wakil wali kota telah dianggarkan sebagiamana DPA & digunakan sebagaimana mestinya,” jelasnya.

Baca Juga  Jelang Pilwali Kendari, Yudianto Mahardika Ambil Formulir di Partai Perindo

Dalam sidang sebelumnya, saksi Hardiana juga mengungkap bahwa Nahwa Umar pernah menerima uang dari rekanan dengan mekanisme transfer ke rekening penyedia, yang kemudian dikembalikan dan diserahkan langsung kepada Nahwa Umar.

Penulis: Sumarlin





Visited 36 times, 36 visit(s) today
WhatsApp Follow WhatsApp Channel MITRANUSANTARA.ID untuk update berita terbaru setiap hari Follow