Penulis : Redaksi

Oleh: ALBERT, SE., S. Kep., Ns., MMKes
(Pemerhati Kebijakkan Publik)

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Sulawesi Tenggara selalu memancing antusiasme dan perhatian, karena ajang ini menjadi tolak ukur arah pembangunan daerah di masa mendatang. Harapan masyarakat terhadap pemimpin baru mencakup janji-janji perbaikan, bukan hanya dalam aspek sosial-politik, tetapi terutama dalam pertumbuhan ekonomi. Namun, pertanyaan mendasar tetap muncul: sejauh mana Pilkada dapat memengaruhi dan mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara?

Fokus Pilkada: Politik Populis atau Kebijakan Ekonomi?

Salah satu dinamika utama dalam Pilkada adalah kecenderungan kandidat untuk lebih menonjolkan isu-isu politis yang pragmatis, sering kali diwarnai dengan pencitraan dan strategi pemenangan yang populis. Dalam konteks ini, janji-janji politik lebih diarahkan untuk menarik perhatian publik, namun minim perencanaan konkret mengenai kebijakan ekonomi jangka panjang. Misalnya, isu-isu ekonomi yang seharusnya mendominasi pembicaraan seperti pengembangan sektor unggulan daerah, contohnya pertambangan nikel, pariwisata bahari, dan pertanian, sering kali hanya dibahas secara dangkal dalam kampanye.

Hal ini bisa menjadi penghalang bagi upaya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Kandidat yang lebih fokus pada pencitraan pribadi atau janji-janji yang tidak realistis mungkin mengabaikan kebutuhan mendasar bagi pertumbuhan ekonomi seperti peningkatan infrastruktur, penguatan daya saing tenaga kerja, dan penciptaan iklim investasi yang sehat. Dengan demikian, Pilkada berpotensi menjadi momentum politik yang hanya memperkuat status quo, bukan melahirkan terobosan-terobosan ekonomi yang diperlukan daerah ini.

Baca Juga  ASR, Anomali Pileg dan Pesona Cagub Sultra

Biaya Politik Tinggi dan Dampaknya terhadap Ekonomi

Dinamika Pilkada di Sulawesi Tenggara juga tidak terlepas dari isu biaya politik yang tinggi. Kampanye politik di Indonesia, termasuk di daerah, sering kali membutuhkan biaya besar yang melibatkan aliran dana dari berbagai pihak, termasuk kalangan investor lokal. Dana ini sering kali berasal dari sektor-sektor yang seharusnya didedikasikan untuk investasi produktif di bidang ekonomi, seperti pertambangan, infrastruktur, atau sektor pariwisata yang merupakan unggulan Sulawesi Tenggara.

Ketika dana tersebut dialihkan untuk mendukung kepentingan politik, potensi pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat. Aliran investasi yang sebenarnya dapat digunakan untuk mendorong proyek pembangunan jangka panjang, seperti pembangunan jalan, bandara, atau fasilitas umum, tersedot ke dalam persaingan politik. Lebih jauh lagi, adanya praktik politik uang atau pembiayaan ilegal dalam kampanye dapat menciptakan risiko korupsi di pemerintahan, yang pada akhirnya merusak iklim investasi daerah.

Dampak Ekonomi Jangka Pendek dari Pilkada

Di sisi lain, Pilkada juga memberikan dampak ekonomi jangka pendek yang tidak dapat diabaikan. Selama masa kampanye, mobilisasi sumber daya ekonomi terjadi dalam berbagai sektor, mulai dari sektor jasa, media, hingga transportasi. Acara kampanye besar-besaran melibatkan banyak tenaga kerja sementara, yang memberikan dorongan kepada sektor informal, terutama bagi usaha kecil di bidang katering, perhotelan, dan logistik.

Baca Juga  Sampah Plastik di Pesta Demokrasi: Jejak Buruk di Balik Gemerlap Kampanye

Namun, dampak ini sering kali bersifat sementara dan tidak berkelanjutan. Setelah Pilkada usai, sektor-sektor yang sempat mendapat keuntungan dari belanja kampanye akan kembali stagnan, jika tidak diikuti oleh kebijakan pemerintah yang proaktif untuk mendukung pertumbuhan sektor-sektor tersebut.

Pemimpin Visioner sebagai Kunci Pertumbuhan Ekonomi

Dalam jangka panjang, Pilkada hanya akan berdampak signifikan terhadap ekonomi jika menghasilkan pemimpin yang visioner dan berkomitmen pada pembangunan daerah. Sulawesi Tenggara memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat besar, mulai dari tambang nikel hingga potensi pariwisata laut yang indah. Namun, tanpa pemimpin yang mampu mengoptimalkan potensi ini melalui kebijakan yang tepat, sumber daya ini dapat menjadi kutukan daripada berkah.

Pemimpin yang terpilih harus memiliki visi yang jelas tentang bagaimana menghubungkan sektor-sektor strategis Sulawesi Tenggara dengan arus ekonomi global. Pembangunan infrastruktur transportasi dan komunikasi yang kuat, misalnya, akan membuka akses yang lebih luas bagi produk lokal ke pasar nasional dan internasional. Selain itu, promosi investasi yang berkelanjutan di sektor pertambangan harus diimbangi dengan kepedulian terhadap lingkungan agar pembangunan tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan jangka panjang.

Baca Juga  Tantangan Pengusaha Muda Menghadapi Pemilihan Bupati Muna: Navigasi dalam Dinamika Politik dan Ekonomi

Kesimpulan: Pilkada sebagai Momentum Pertumbuhan atau Tantangan?

Secara keseluruhan, kembali saya merefleksi dinamika Pilkada di Sulawesi Tenggara menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi pertumbuhan ekonomi. Di satu sisi, jika Pilkada hanya diisi dengan politik pragmatis dan pencitraan, maka pembangunan ekonomi yang berkelanjutan akan sulit tercapai. Kemudian pada sisi lain, jika pemimpin yang terpilih memiliki visi ekonomi yang kuat, maka Sulawesi Tenggara berpotensi tumbuh pesat dan menjadi pusat ekonomi regional yang kuat.

Pilkada harus menjadi ajang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang tidak hanya pandai berpolitik, tetapi juga memiliki kemampuan mengelola sumber daya ekonomi daerah secara optimal. Sebab jika ditelaah lebih mendalam, pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan hanya dapat terwujud jika pemimpin terpilih mampu mengartikulasikan visi pembangunan yang jelas dan konkrit dalam kebijakan nyata yang berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat.

Visited 91 times, 1 visit(s) today