Penulis : Redaksi

Penulis: Achmad Taurus – Pegiat Desa

MITRANUSANTARA.ID – Gagasan besar dari Dana Desa adalah mendistrubusikan keadilan. Dana Desa sebagai subyek utama pembangunan desa, seyogyanya dipahami sebagai politik anggaran. Menurut Ari Sudjito, Politik anggaran maksudnya Dana Desa harus menjadi arena untuk membangun kesadaran politik tentang alokasi penanganan kemiskinan, politik tata ruang, kontrol publik dan demokratisasi.

Gerak pembangunan desa melalui Dana Desa terus menemukan momentumnya, walaupun dalam realitas sosialnya desa dihadapkan pada stakeholder yang kehilangan perspektif tentang dimensi-dimensi pembangunan bersifat inovasi dan perubahan yang transdental (dimana setiap sudut ruang warga desa bercakap-cakap tentang keberdayaan, keberlanjutan dan kemandirian) dan hanya fokus pada perdebatan material. Situasi seperti ini dapat menciptakan jarak struktural antar masyarakat, dengan masyarakat itu sendiri dan pemerintah dengan masyarakat.

Problem struktural tanpa disadari telah terjadi, disaat perencanaan dan implementasi pembangunan desa selalu terpisah dengan konteks dan realitas sosial kontemporer yang terus bergerak dan berubah di desa. Anggaran pembangunan hanya fokus pada pencapaian fisik dan diglorifikasi sebagai pelaksanaan kewenangan desa yang kemudian menjadi tren pemahaman pembangunan desa.

Baca Juga  Perbedaan Dukungan Calon Gubernur dan Calon Bupati/Walikota dalam Pilkada Serentak, Dilematis Kader Partai atau Apatis?

Merefleksikan situasi desa saat ini, untuk menarik pembelajaran dari perlunya menghargai potensi lokal desa, baik dari aspek ketersediaan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, kelestarian lingkungan dan pengembangan potensi sosial ekonomi, makin menemukan relevansinya dan merupakan koreksi atas problem srtuktural tersebut.

Mendorong pengorgaisasian komunitas untuk bergerak bersama dalam dimensi sosial ekonomi dan budaya, yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat desa, memperluas sasaran Dana Desa yang responsif kepada semua kelompok masyarakat, serta mengembangkan kreativitas masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada merupakan upaya pencapaian kemandirian desa.

Menghidupkan Pengetahuan Lokal

Dalam upaya merefleksi situasi desa, ada kesadaran lama yang terjewantahkan menjadi pembangunan desa yang ditorehkan dengan baik oleh Pemerintah Desa Lolibu, Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara. Refleksi itu saya sebut “Mendeklarasikan Pengetahuan Lokal”.
Sudah menjadi ingatan masyarakat di Desa Lolibu bahwa “dimana masyarakat lolibu berkumpul, akan mendirikan pasar”. Ingatan masyarakat ini merupakan warisan leluhur yang kaya akan kearifan sosial, budaya dan ekonomi. Itulah kenapa diperlukan suatu terobosan perencanaan melalui prakarsa lokal.

Baca Juga  Calon Pemimpin dan Pemimpi: Menakar Kualitas dalam Pilihan Politik yang Bijak

Gagasan dari ingatan warga desa tersebut lahir secara partisipatif dan Pemerintah Desa Lolibu, melalui Dana Desa Tahun Anggaran 2018 menjawabnya dengan membangun Pasar Wisata. Pasar ini dibangun di lahan tempat pembuangan sampah. Saat penentuan lokasi pembangunan sempat terjadi perdebatan serius antar elite desa, tetapi dapat diselesaikan dengan spirit kebersamaan.

Harapan sederhana namun bermakna mengiringi dibangunnya pasar wisata yang aktif pada sore hari, yakni “nelayan dan petani yang pulang dari melaut dan berkebun, dapat menjual hasilnya dan mereka membawa pulang uang untuk keluarga”. Harapan ini merupakan wujud dari kesadaran transdental akan adanya realitas hidup bersama dalam tatanan sosial masyarakat yang majemuk.

Pasar Wisata Lolibu merupakan representase partisipatif dari pengetahuan lokal dan ingatan masyarakat yang dirawat sekian tahun yang terhubung dengan alam dan budaya. Dalam konteks ini, pasar wisata ini harus dilihat sebagai satu ruang pemberdayaan. Ruang dimana pengetahuan lokal hidup dan diproduksi, sekaligus menjawab dimensi sosial, ekonomi dan budaya yang mengkoneksikan antara orang, sumberdaya dan pasar.

Baca Juga  Tantangan Pengusaha Muda Menghadapi Pemilihan Bupati Muna: Navigasi dalam Dinamika Politik dan Ekonomi

Hadirnya pasar wisata ini meniscayakan adanya relasi sosial yang dapat merawat dan melestarikan tradisi, serta sebagai upaya menghadirkan suatu metodologi bagaimana seharusnya kearifan budaya dan pengetahuan lokal terpelihara dan berdaya guna. Masyarakat Desa Lolibu memahami bahwa tradisi adalah jati diri bangsa dan itu ada di desa.

Memiliki kemampuan untuk memahami permasalahan yang dihadapi, menemukan potensi desa, serta mampu merencanakan kegiatan yang dibutuhkan untuk mendorong adanya perubahan sosial ekonomi, merupakah modal sosial dalam upaya menyelenggarakan desa membangun.

Indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan, partisipasi, akses, kesadaran kritis dan kontrol. Pemerintah dan masyarakat desa bukanlah organ yang ideal, pilihan perencanaan dan pembangunan bisa saja keliru. Meski demikian, tetap ada yang bernilai bila dialektika tumbuh dan diperdebatkan. Tanpa itu, kita tidak pernah menjaga harapan.

Visited 72 times, 1 visit(s) today
WhatsApp Follow WhatsApp Channel MITRANUSANTARA.ID untuk update berita terbaru setiap hari Follow