KENDARI, MITRANUSANTARA.ID — Meski berbagai program perlindungan terus dijalankan, kasus kekerasan terhadap anak di Kota Kendari belum menunjukkan penurunan signifikan. Hingga minggu pertama Oktober 2025, tercatat 50 kasus kekerasan ditangani oleh UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Kendari. Jumlah ini terdiri dari 36 kasus terhadap anak, sebagian besar kekerasan seksual, serta 15 kasus terhadap perempuan yang didominasi kekerasan fisik dan KDRT.
Data tersebut menjadi latar belakang penting bagi Pemerintah Kota Kendari ketika Wali Kota Kendari, Hj. Siska Karina Imran, SKM, menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Aparat Penegak Hukum (APH), Senin (13/10/2025), di Ruang Samaturu Balai Kota Kendari. Kerja sama ini tidak sekadar seremoni, tetapi menjadi komitmen bersama untuk memperkuat sinergi dan kolaborasi dalam menciptakan Kota Layak Anak (KLA) yang benar-benar aman dari kekerasan.
Dalam sambutannya, Wali Kota menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah pelanggaran hak asasi manusia yang harus ditangani secara serius, sistematis, dan lintas sektor.
“Kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak bisa diselesaikan secara parsial. Ini persoalan kemanusiaan yang berdampak langsung pada kesehatan fisik, mental, dan masa depan korban,” ujar Siska.
Ia juga menyoroti turunnya predikat Kota Kendari dalam penilaian penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak dari kategori Madya menjadi Nindya pada tahun ini. Menurutnya, penurunan tersebut menjadi alarm agar semua pihak tidak abai terhadap persoalan yang terus menghantui ruang sosial masyarakat.
“Ini menjadi perhatian kita semua. Kita harus bangkit bersama agar sistem perlindungan anak kembali optimal,” tegasnya.
Wali Kota Kendari berpesan agar seluruh pihak mulai dari pemerintah, aparat penegak hukum, sekolah, hingga keluarga membangun budaya peduli dan berani melapor terhadap segala bentuk kekerasan.
“Target kita bukan hanya predikat Kota Layak Anak, tapi benar-benar menjadikan Kendari sebagai kota yang aman, ramah, dan melindungi setiap anak,” tandasnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kendari, Fitriani Sinapoy, menjelaskan bahwa tren kasus yang masih tinggi menunjukkan lemahnya sistem deteksi dan pencegahan dini di lapangan.
“Data ini memperlihatkan bahwa kekerasan terhadap anak dan perempuan masih menjadi persoalan serius. Kita butuh sistem perlindungan yang lebih kuat dan berbasis komunitas,” jelas Fitriani.
Ia menambahkan, kerja sama lintas sektor ini juga menjadi bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang diperkuat melalui program inklusi kolaborasi antara Pemerintah Indonesia dan Australia bersama Rumpun Perempuan Sultra.
Melalui MoU tersebut, Pemkot Kendari bersama APH dan lembaga layanan berkomitmen membangun mekanisme penanganan kasus yang responsif, terkoordinasi, dan berkeadilan. Setiap laporan diharapkan dapat ditindaklanjuti dengan cepat, dengan perlindungan maksimal bagi korban.
Penulis: Sumarlin