Penulis : Redaksi

KENDARI, MITRANUSANTARA.id – Untuk rencana jangka waktu 10 tahun, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Sampara berencana merehabilitasi lahan seluas 200 ribu hektare lahan kritis baik yang berada di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan. Tahun 2023 ini BPDASHL Sampara berhasil menyalurkan sebanyak 80 ribu bibit tanaman produktif pada masyarakat Sulawesi Tenggara.

Kepala BPDASHL Sampara, Aziz Ahzoni menjelaskan, bibit tanaman kekayuan yang bersifat multiguna atau Multi Purpose Tree Species (MPTS) ini diberikan pada masyarakat secara pribadi atau yayasan untuk ditanam di lahan mereka.

Tanaman MPTS ini dibagikan kepada masyarakat karena bermanfaat dari segi ekologi maupun dari segi ekonomi, serta menghasilkan komoditas kayu dan non kayu.

“Untuk menggerakkan masyarakat gemar menanam kami ada bibit persemaian permanen yang gratis di Anduna. Kami juga ada pengadaan bibit tanaman produktif yang kami bagikan kepada masyarakat, Alhamdulillah pada tahun ini sudah tersalur 80 ribu bibit produktif,” jelasnya usai menanam pohon produktif di Pesantren Al Mansurin, Minggu (10/12/2023).

Baca Juga  BMKG Ingatkan Pemda Sulawesi Tenggara Potensi Bencana Hidrometeorologi Jelang Pemilu

Selain tanaman produktif, tahun 2023 ini BPDASHL juga melakukan rehabilitasi lahan di dalam kawasan hutan seluas 380 hektare. Penamaan pohon yang tersebar di beberapa wilayah di Sulawesi Tenggara ini melibatkan kelompok masyarakat.

BPDASHL menyebutkan, saat ini lahan kritis di Sulawesi Tenggara tersebar di sejumlah wilayah Sulawesi Tenggara namun terbesar berada di Kabupaten Muna. Di Kabupaten Muna rencana umum (RU) Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) di ekosistem daratan seluas 8.433 hektare dan RU RHL ekosistem mangrove 16.182 hektare. Dari luasan itu, tahun 2023 kegiatan RHL di Kabupaten Muna hanya dilakukan di ekosistem mangrove seluas 15 ha.

“Ada juga lahan kritis akibat sering terjadi bencana seperti di DAS Lasolo dan DAS Konaweha, yaitu di Kolaka, Konawe Utara dan Kolaka Timur,” jelasnya.

Alumni Universitas Gadjah Mada ini mengungkapkan, lahan kritis ini terjadi karena beberapa hal diantaranya, ulah manusia dengan membuka lahan secara sembarangan serta tidak disertai dengan penanaman kembali. Hal ini bisa terjadi akibat pertambangan, pertanian maupun peramban.

Baca Juga  Tiga Museum di Jakarta Buka Kembali Semarakkan Libur Natal dan Tahun Baru

Untuk rencana jangka waktu 10 tahun BPDASHL berencana merehabilitasi lahan seluas 200 ribu hektare lahan kritis baik yang berada di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan.

Sementara itu, untuk merehabilitasi lahan kritis di Sulawesi Tenggara, Dinas Kehutanan Sulawesi Tenggara menjalankan sejumlah program salah satunya, Pembuatan Hutan Rakyat di luar kawasan hutan atau lahan milik masyarakat yang kritis atau perlu ditanami.

Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (PDAS RHL) Dinas Kehutanan Sulawesi Tenggara La Ode Yulardhi mengungkapkan, tahun 2023 program ini akan dilaksanakan di beberapa Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Sultra. Diantaranya UPTD KPH unit 6 Pulau Muna di Kabupaten Muna.

“Selanjutnya, UPTD KPH Mekongga Selatan di Kabupaten Kolaka, UPTD KPH Pulau Wawonii di Kabupaten Konawe Kepulauan. Kemudian UPTD KPH Gula Raya di Kabupaten Konawe Selatan. Ini yang mendapat lokasi rehabilitasi lahan di luar kawasan hutan atau lahan milik masyarakat,” ungkapnya.

Baca Juga  Pulang Kampung di Wawonii, ASR Janji Sejahterakan Nelayan di Konkep

Dia berharap, melalui program ini, lahan-lahan tidur yang ada di Sulawesi Tenggara, bisa kembali difungsikan. Sehingga dapat memberi dampak bagi perekonomian pada kelompok-kelompok tani atau kelompok hutan yang ikut berpartisipasi.

Visited 5 times, 1 visit(s) today